Puisi-Puisi Sisca Oktri Santi
SISCA OKTRI SANTI, akrab dipanggil Yeyen. Ia lahir di Padang, 26 Oktober 1979. Istri dari Surya Mandefri Ranasti ini dianugerahi dua orang momongan, masing-masing bernama Muhammad Shiddiq Putra dan Muhammad furqon Hakim. Minatnya pada dunia kepenulisan, fotografi, bisnis. Sejumlah foto, puisi, cerpen dan artikelnya dimuat di Suratkabar Harian Haluan (Padang) dan Majalah Tarbawi (Jakarta). Puisinya juga terkumpul dalam antologi bersama Lautan Sajadah (2009). Sekarang berdomisili di Padang, Sumatera Barat.
INGIN MENCINTA
Hendak sempurna aku mencintai Engkau
Seperti berjalan di atas air
Ingin terbang tak bersayap
Menulis tiada tinta
Apa hati kian berkarat
Jendela cinta tak kunjung terbuka
Atau asa saja yang menggugat
Kenapa masih jua tak bisa
MerindukanMu
Mestinya tiada pilu
Karna pasti Kau ada s’lalu
Oh, berikan ku kunci yang tepat
Ingin sempurna
mencintaiMu
Ingin dahaga tak lagi ada
Ingin telaga jiwa bagai Al Kautsar
Ingin kerdil mengangkasa
Doa-doa indahku,
masih rendah gapai tinggi-Mu
Juta tetes air mata,
masih tak sampai ‘tuk padamkan secahaya api neraka-Mu
Sangat goyah jembatan ini
Sangat rapuh jiwa ini
Bantu aku mencintaiMu
Di setip desah, resah, harap
Selamatlah aku di masa kembali
KU INGIN KITA JUMPA
Dan kini
Aku sukar bernapas
Dan kini
Aku hilang pelita
Sedang Engkat belum kunjung bersua
Ku ingin kita jumpa
Dalam gulita dengan setetes cahaya
Antara bau busuk yang semerbak harumnya
Sedang Engkau belum kunjung bersua
Ku ingin kita jumpa
Peluk aku dengan erat
Sentuh aku meski sesaat
Mohon kesemuanya dalam pelitaMu
Yang benderang sangat
Sedang hatiku sekarat
Sedang mimpi belum terwujud
Lagi aku bersembah sujud
Bantu aku dalam kusut
Sungguh
Hanya Engkau ingin ku cinta
Hanya Engkau ingin ku butuh
Dan aku dalam kesukaran
Mohon lembutnya keridhoan
PALESTINIAN
Masuk ke kamar ini, Tuhan
mataku tertumbuk ke dinding depan
Aku duduk di dipan
Ah, bayangan itu semakin tajam
Siluet bocah Palestina, Tuhan
Yang tampak Kau kodratkan
Terbiasa gembira dalam kesedihan
Saat siluet tampak nangis tertahan
Rasanya ingin ku topang senapan
Kutembak ke moncong lawan
Mereka yang menjarah
keceriaan, harapan, impian si cilik palestinian
Namun Engkau jualah, Tuhan
Membuat mereka sabar tidak gegabah
Hilang keluarga, saudara, teman
diredam jua segala resah
Cinta padaMu, Tuhan
Jadikan mereka tak rentan
Tetap berserah dan tak lelah
Bahagia dalam gembira dan amarah
Entah apa harap dariku, Tuhan
Hanya balasannya
Dalam kehidupan surgaMu nan menawan
Selamat Tinggal
Menggelinang rasa selepas khayal bahgia
Gelayutan ia di pengikat fatamorgana
Berputar-putar dalam gemuruh berontak
Mau kupecahkan selirih harap
Dan… terteroboslah
candu yang buntu itu!
PULIH
Santun rasa itu menyibakkan kelamku
Dalam hangat menggejolak buaian goda
Menjambak-jambak hasrat yang terikat sesak
Ingin dilepas melampaui apapun batas
Dalam kelam… menuju terangku
Aku menghempas dalam deras birahi angan
Angan rasa yang jadikanku gila
Dengan segala kalut, marutnya carut
Menendang-nendang tepiskan teduh sesungguhnya
Dalam tuju terang yang menantiku
Santun rasa itu serigala maha
Taring-taring dengan bisa di semua sudut
Yang ’kan bunuh jiwaku
Dalam hanyut goyah batin laraku
Aku henyakkan rasa itu
Hebatlah aku
MEREKA
Mereka cuma
Cuma beri cela
Cuma pandang reka
Cuma bisa yang hampa
Mereka bukan kita
Bukan jiwa
Bukan bahagia
Apalagi lara
Mereka hanya
Tanpa sebenarnya
Tanpa hakikinya
Tiada ruh berlogika
Mereka
Lepaskan saja
Membuai dalam perannya
Bukan dalam peran kita
BIAR
Mereka memang berotak
tapi tak berhati
hanya ada kalut sangka
dengan tindikan buruk
di saraf semestanya
dengan lingkupan sesak segala hujat
Mereka seperti ada di singgasana suci
tanpa mau tahu
alas duri di sebalik bawahnya
dengan karpet yang terbuat
dari nanah
ataupun anggur yang disarikan
dari ranumnya dosa
Mereka seolah suci!
Tak mengapa, silahkan mereka pandang saja
Mereka biar menghujam belati ke sampan kita
Tak mengapa, silahkan kita melirik saja
Kita biar berkarang batu menembus
sejuta renjana
dengan pelangi
menuju dermaga
Tak mengapa, entah memang
Ombak yang hebat mendayungkan sampan kita