Puisi-Puisi Muhammad de Putra
Muhammad de Putra. Kelahiran 14 April 2001. Siswa kelas VIII SMPN 6 Siak Hulu, Kampar. Puisi-puisi telah tersebar di pelbagai Media Massa di Indonesia. juara 1 lomba Cipta Puisi di Bulan Bahasa UIR tingkat SMP se-Indonesia, Juara 1 Cipta Puisi di Praktikum Sastra UR tingkat SMP se-Riau, Harapan 2 Lomba Cipta Cerpen di Bulan Bahasa UIR tingkat SMP se-Indonesia & Juara 1 Lomba Cipta Puisi tingkat Nasional seluruhnya Penyair Muda yang ditaja oleh Sabana Pustaka. Bukunya yang telah terbit Kepompong dalam Botol & Timang Gadis Perindu Ayah Penanya Bulan, Sedang meramu buku puisi tunggalnya yang ke-3 Hikayat Anak-anak Pendosa. Puisinya juga termaktub dalam beberapa antologi seperti: Merantau Malam (Sabana Pustaka, 2016), TeraKota (Liliput, 2015), Tunak Community Pena Terbang (COMPETER). Berdomisili di Pekanbaru. Bisa di hubungi Nomor HP: 085271544896, dan melalui FB: Muhammad De Putra.
MENUTUP MATA NALAR
kejuti aku sayang!
dengan tatapan yang kosong
gigi penuh akan ompong.
sayang, di bajumu
telah kaukusut
mantra-mantra hasut
agar aku meringsut
di ahtimu yang keriput.
nalar kita begitu sempurna
mengelus pilu-pilu rasa
kau gila dan aku setia.
sayang, biarkan nalar berbicara
sebab kita tak pantas
menjadi sepasang manusia
yang saling mencinta.
kaugila dan aku masih setia
biarkan aku menutup mata
si nalar yang pembatas hubungan kita.
Gubuk Sastra | 2015
MENYULAM HATIMU
perca keberanian,
kujahit jadi senyuman
yang membara membakar
kesedihan di dada-mu.
kanvas kenangan,
kudekap hingga cinta menghapuskan
derita yang merajalela di kehidupan-mu.
kini kau bahagia
sebab, hatimu menjelma “kelapangan”
bak sulaman baju raksasa.
Kampar | 2015
BALADA MANUSIA PASIR
aku adalah manusia
pasir-pasiran yang
tersungkur sulur nyawa.
nyawaku hilang
terbang ke laut lepas.
datanglah jiwaku
yang baru bebutiran
pasir saling menyatu.
burung-burung camar
mematuk mataku menjadi samar.
tiba-tiba malaikat laut
menghampiriku,
menggantungkan
tanganku di arusnya
melemparku ke paruh
camar menenggelamku
di palung nanar.
malaikat laut,
segenggam tangis pasirmata.
“dimana ragaku yang manusia?”
Gubuk Sastra | 2015