puisi 

Puisi-puisi Muhamad Arifin

Muhamad Arifin, lahir pada 21 April 1998 di dusun Domas, Desa Kenteng, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah. Alumni Pondok Pesantren Al-anwar Mranggen Demak, Mahasiswa Ilmu Komunikasi USM. Bergiat di Forum Komunikasi Mahasiswa Islam USM. Puisinya tersiar di berbagai media cetak , Radar Mojokerto, Tribun Bali. Buku kumpulan puisi bersama Memo Anti Terorisme (2016)Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (2016) Aquarium & Delusi 1000 Penyair Terpilih Nusantara penulis buku tamu Gunawan Maryanto (2016). Dalam waktu dekat akan menerbitkan buku tunggal.

 

Percakapan Sederhana di Kening Bulan Oktober

 

1/
bibir bulan yang hendak belajar merekah
menyublim kisah termanis
dari kumpulan wajah dan jam-jam
yang mengirim bertukar sapa—
di kening hari-hari sebelum petang

adalah puisi yang berkabar
dari setiap jalan—kesunyian
memberi petunjuk atas sendu yang membiru
perlahan membisik di ubun mencair di matamu

2/
buku bacaan yang berdebu di pojok perpustakaan
sempat mengirim percakapan di kepalanya
dari guyuran imaji—sampai mengamini ruang sunyi
tak ada lantaran yang resah
di jendela—memberi asupan cahaya
merapalkan doadoa hingga mengajaku bertamasya

cermin yang boleh saja kita lihat sebentar
dari mimpi terpanjang
gerimis kedukaan langkahmu
yang datang seperti kisah rembulan disebuah taman langit
memberi pertanyaan dari kisah puisi
yang dikayuh sebelum ombak berlabuh

3/
ada jemari—pada cermin oktober
memberi jalan mimpi
sebelum kematian—kesedian sebelum pulang
membicarakan ihwal pengguguran jarum jam
meraba suguhan gemintang
dalam keabadian lanskap cincin rembulan.

Semarang 27 Oktober 2017

 

 

Mimpi Sederhana Sebelum Membicarakan Semesta

 

sebelum kisah dari ranjang membalut
sisa malam memukul jarum jam
lengking lagu kasidah mengubun pada celah
taman hati sebelum menidurkan jejak curam
yang paling dekat sebelum gelap
adalah senyuman—mengaliri saban
ia berhak berbicara merumuskan doa-doa
disela gerimis meretakkan tanah
jelaga bermukim pada resah

mimpi adalah seribu mata
berdansa memeluk semesta
juga memilih wajah untuk berteduh
ada yang hendak tamasya ke tebing-tebing
merencanakan rindu pada garis waktu
sebelum usaha mematikan riuh
menulis sabda tuhan—dalam cangkir kerinduan
sebelum usia berhenti melipat jejak
pada kepayahan lagu nirwana
atau berbisik pada genting labirin
meraplkan gugusan—sungai dari tiga bengawan
sebelum terpejam menghitam sesal
dekaplah atas baiat-baiat asma tuhan.

Semarang, 29 Oktober 2017

 

 

Menemukan Mimpi Pendek

 

mimpi yang sama
menguburku dalam ketakutan
aku berlari jalang
jerit kata-kata bisu
pada doa aku bersajak
goda setan membakar
pukul satu rintik embun berlabuh

kusentuh dan menunduk
tengadah,
tuhan tolong
hidup dalam nafas keikhlasan.

Semarang, 20 Maret 2017

 

 

Tanah yang Hendak Menggiring Kepulangan

 

sebelum tanggal hitam menyerupai kabut
pada cangkul pistol memukul sirip tanah
digerbang pemakaman—pohon kamboja
mengabarkan tangisan diam-diam
terbakar sebelum gerimis
mengiris retak luas tanah

matahari sedang belajar memasak kabut
mengiringi jejak-jejak bayang murung
diatas nisan yang hampir lari melikas
malaikat-malaikat berdiri menenun wirid

menulis bahasa—serta langgam yang beda
sebelum adzan pendek di patahkan dalam kubur
kain kafan—pesta suara dalam kesunyian
meraba sisa jejak pemungut doa-doa

bibir yang hendak menalkin
sukma melingkar seraut kibasan elang
mata terpejam—bisikan airmata
menghakimi serpihan penyesalan duka
memutar roda dari ingatan yang memburam
sebelum pulang.

Semarang, 24 Oktober 2017

 

 

Related posts

Leave a Comment

eight − 1 =