Puisi-puisi Deden Hardi
Deden Hardi, sering dipanggil Den Hard, lahir di Bandung pada 1983. Senang menulis puisi, prosa, dan Esai. Menyelesaikan pendidikan pada Universitas Pasundan jurusan Hubungan Internasional. Tulisannya pernah disiarkan di beberapa media dengan nama D. Hardi. Kini tinggal dan tetap aktif menulis di Bojongsoang, Bandung.
Mata Air
padamu redam para pelancong buta:
“susuri arus paling tersembunyi di bawah
bibir jeri jejak para pendoa murni”
titah mentari mendesakmu untuk membaca
pada hulu dan hilir yang sering bertukar mata
karena tumpukan zarah di tubuhku mesti mengalir
tiada yang terantuk jala,
tak pula pupus
tangkai langsir
kelak kau cerna saripati tetesan syair
sebelum sembahyang
perihal seorang lelaki shiraz
yang jauh berkelana
untuk kembali pulang menuju kelahiran
bernaung abadi di bawah kubah,
semerbak mawar dan taman
(Bojongsoang, 2018)
Kelana Semesta
tiap detik adalah hela yang menguar
dari kelopak bunga
taman gulistan air mata tempat mata air
menampung duka
tiap detik adalah kata yang hangus
tertempa gulita
sebelum menuai pagi bersama embun
sisa mimpi tertumpas dan bermuara
ke senja
kata hanya tersesap sia-sia
lindap ratapan bunyi mengudara
menuju makna yang tersangkut di langit-langit buku
menuntutmu membaca raut
keletihan bumi
membiarkan akal berkecambah
tanpa imaji
tiap detik adalah hampa di angkasa
padanya kata-kata berlayar di lautan biru
tanpa ruang
matamu kubawa jauh dari peraduan
terbang menuju tiap lapisan warna
dari dunia kelahiran kata,
kita membaca diamnya semesta
betapa cinta itu hening
ia tak kalap memuja gerimis dan riak mendung
udara yang diperebutkan manusia
tanah harum koloni
dan epos yang berdarah
tinggallah setitik laknat di nyala silam
betapa cahaya itu bening
kala firman melampaui bahasa
tak lekas bersauh di liang gelap terjauh
tiap detik adalah hikmah yang tak mengering
lepas jeratan rotasi
dari semusim persinggahan
ke persinggahan
tempat segala bunyi mengenang
tempat segala tanya tergenang
di sanalah kita sunyi terbenam
(Bojongsoang, Maret 2018)
Liang
dari dalamnya kau akan menguji
kesetiaan murai pada janji batu
yang pulang membawa ransum
pengikat hangat semusim embun
yang menerpa sumsum
dari dalamnya kau akan mengukur
ketahanan tempur setiap pejantan
prematur yang roboh satu persatu
seringkih pitam mengabu
pemindai tanduk rupa laku
dari dalamnya kau akan mengail kata-kata
beterbangan tanpa gravitasi di dunia
paralel yang mengunduh rajahan diksi
menjadi ancaman fiksi bagi ribuan malam
para gadis yang patah hati
dari dalamnya kau akan menerka
arah angin yang mengisi kesiur di ranjang
dan huruf yang berantakan
menolak tunduk pada sabda kita
menjadi kau dan aku
yang tak sedang saling kehilangan
dari dalamnya kau akan mengingat
dan tahu ihwal dua mata saling bertemu
dan kita yang mungkin sedang bertamu
pada rehat yang tak mungkin jera
menunda waktu
(2018)