puisi 

Puisi-puisi Armen S. Doang

Armen S. Doang, pencinta puisi dan burung. Puisi-puisinya pernah dimuat sejumlah media dan buku bersama seperti Tifa Nusantara 3, Jugijagijug dan lainnya. Salah satu puisinya masuk dalam nominasi Penghargaan Sastra Litera 2018. Kini tinggal dan bergiat aktif di klub Puisi Film Indonesia dan komunitas sastra di Bekasi.

 

Batang Kematian

 

Di hadapan maut sesal meledak
menghancurkan tebing peristiwa
mengubur celah-celah zikir menggema
sisakan sayup embusan paling sunyi merambati sadar

Aku menggapai-gapai akar yang menjuntai debar
dari dada berwajah pucat keperakan
ada malam renta yang mulai pelupa
memohon perpanjangan usia

Cemas pun memetik beberapa buah sumarah
dari batang kematian
dahannya ranggas melenyapkan teduh
; tuah-tuah tertiup waktu

Tiba-tiba aku teringat khuldi yang membawa Adam mengembara
terbaca dalam kitab pertemuannya dengan Hawa
; di situlah aku bermula

Pada hikayat yang membenar-benarkan kehendak
dari pendayang yang melepaskan dahaga seekor anjing dengan sebelah sepatunya
dan sebelah lagi moksa ke surga

Bekasi,  28 Mei 2016

 

 

Panggung Langit

 

Terlontar
melambung mengembang-terbang
mengepak-kepak menuju punggung langit
lamat-lamat hilang di balik kampung malam
; peri-peri mandi dan mata jadahku
mengintip tak berkedip dari lengkung sabit

Tiba-tiba gemeretak rindu bangunkan ingat
pada kunang-kunang, lampu temaram
derit ranjang dan desau hasrat
yang kutinggalkan sebagai debar
meliuk-liuk merasuk sukma
membadai taufan, merentak tubuh
melumat-lumat waktu

Terlahir zikir dari getar bibir
di bawah bentang sayap malaikat
sepi-sepi tinggi, tangis-tangis diri

Berjarak-jarak dunia tertawan,
dan anginku yang sunyi
bersepoi-sepoi mencari kunci surga di bumi
menyingkap hijab tersembunyi
melayang pincang mencium-cium jagat
berbagi gairah dengan Muhammad

Jatuh perlahan mengempis tipis-rampis
bersujud hening menulis ucap
tak sanggup menghitung nikmat
dalam setiap rakaat

Babelan, 3 Juni 2016

 

 

Adonai

 

Dari batang tubuh
wajah-wajah beku berlepasan
langkah menangis kehilangan arah
diembus angin ke tanah api
sepi semakin tinggi
napas serta dada berpeluk cemas

Adonai,
ketakutan pecah
jantung-jantung gugup memompa degup
dalam pembuluh darah waktu memakan usia

Sedang burung kedasih masih diam
menghitung jejak debar
berhelai-helai ruh
menunggu kafan berkabar

Bekasi, 23 Agustus 2016

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

thirteen + 19 =