Puisi-puisi Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto, Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Meraih gelar sarjananya di IKIP Surabaya (sekarang UNESA) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada taun 1992, sedangkan studi Pascasarjananya di bidang Linguistik dan Kesusastraan diselesaikan pada tahun 2006, saat ini melanjutkan studi di program doktoral di Unesa.
Buku puisi terbarunya PERCAKAPAN TAN dan RIWAYAT KULDI PARA PEMUJA SAJAK (2016) menerima anugerah buku hari puisi Indonesia tahun 2016.
Lima Riwayat Cinta
(Riwayat pertama)
mabuk tresna seperti hujan pertama yang haus menghisap debu
kematian-kematian terabaikan oleh ciuman-ciuman panjang
didera tresna kalender gemetar menghitung hari
di kejauhan awan mengenangnya sebagai sebuah riwayat tanpa akhir
mengapa segala tresna tiba-tiba datang
saat kitab warisan guru tak lagi bisa dibaca
(Riwayat kedua)
dalam tresna segalanya akan menuju hening,seakan tiada ada
dari kejauhan lamat-lamat segala suara hanya mewartakan senyap
segalanya larut dalam cumbu yang terbang bersama jiwa
kecup, kecuplah semua yang hening!
bercakaplah dalam bisu yang sunyi
kata-kata cuma senyum, cukuplah sudah
tresna membingmu dalam hening
(Riwayat ketiga)
untukmu tresna aku hening
impian dan yang nyata tak beda
milikku milikmu larut dalam sungai tak bertepi
segala bayang dihisap pusar sunyi
lampu-lampu dan segala cahaya jadi kunang-kunang
hinggap di sekujur tubuh dan juntai rambut
jiwaku jiwamu menari seperti para majnun
segala waktu mengerut
terbakar: tresna.
(Riwayat keempat)
kekasih, lorong ini panjang tak bertepi
aku pun tak sabar berlabuh di ciumanmu
jarak adalah teka-teki seperti datangnya hujan tak terduga
hanya kau, hanya kau!
yang menjelma akar menuju mata air
membuat bunga-bunga lotus tumbuh bermekaran
(Riwayat kelima)
tresnaku, tresnaku, mengapa kau tuangkan api lembut
di ranting-ranting hidupku yang dingin?
tresnaku, tresnaku, hari-hari seluruhnya menjadi sama
saling mengejar di angka-angka kalender
aku memburumu!
lintasan-lintasan gelap dan tikungan-tikungan dingin kulintasi
hingga sampai di dermaga-dermaga tanpa syahbandar
dermaga-dermaga tanpa kapal.dermaga-dermaga tanpa bendera
hasratku berjibaku dengan waktu yang melambat
: kau begitu berjarak.
2017/2018
Ingatan yang Gaduh
masa lalu mengeja wajahmu tersipu dalam ingatan
seperti foto dalam album riwayat yang berdebu
jejak dan senyum tertinggal seperti gang-gang lengang
aku menunggu di ruang tamu menanti sebuah perbincangan
hangat dengan aroma kopi menawarkan kisah-kisah baru
: perjumpaan, perpisahan, kerinduan lantas persuaan kembali
seperti cumbu dan cium yang tak pernah sepi
kalender-kalender sarat dengan perjumpaan gaduh
saat kita menziarahi kembali lintasan-lintasan
ingatan kepada kamu yang dipingit waktu
aku ingin mengecupmu dengan cinta
yang sanggup tumbuhkan masa lalu
seperti musim menunaskan bunga
bermekaran di sela payudaramu
tempat aroma rindu legitnya cinta
seganap kangen ingin memanggil-manggil perjumpaan
agar kita bisa berbincang menerka dan menakar setia
biarlah kita sesekali menggapai rindu dan menggamitnya
dalam kenangan sekaligus perjumpaan
membiarkan kata-kata hampa dan berjumpalitan di udara
: hingga yang tinggal cuma peluk dan kecup melepas pesan!
2018
Kunci yang Hilang
seorang pengelana tak butuh kunci rumahnya
tak perlu menghitung atau melingkari kalender
menandai kapan pulang
pengelana akan bersekutu dengan peta
yang remang-remang dan tak peduli
kuncinya hilang saat mandi di sungai
dicuri dan ditelan ikan-ikan
tanpa kunci ia berjalan seperti unta
dan sampailah di gerbang surga
: “hoii, siapa di dalam bukakan pintu
aku tak bisa melompat atau memanjat
edang kunciku lenyap di remang-remang!”
(ngawi, ketanggi)