Puisi Ahmad Radhitya Alam
Ahmad Radhitya Alam, santri Pondok Pesantren Mambaul Hisan Kaweron dan siswa SMA Negeri 1 Talun. Bergiat di Forum Lingkar Pena (FLP) Blitar, Teater Bara, dan Sanggar Mlasti. Tulisannya berupa puisi dan cerpen dimuat di beberapa antologi bersama dan beberapa media cetak serta elektronik.
Pada Bis Kota Setelah Senja
Langit melegam di batas huluan
malam yang makin padam
Mega jingga semburat merah
menyambut purnama pecah perawan
Jejalan penumpang berdesak, merusak jam
istirahat yang kian risak, kantuk telah menanam
pasak pada mata yang berontak, namun mimpi
tak jua beranjak, menggulung lidah hingga tersedak
Hari itu tak ada asongan yang mangkal
karena kursi memang telah berjubal
hanya harap cemas mengalir deras
tak ada beda antara mereka
bandit, copet, preman, guru,
pengusaha, penguasa, tokoh agama
berjamaah merapal doa
musisi kalengan menyanyikan lagu banal
menawar pada Tuhan soal jatah waktu ajal
Rem berdecit, gas melejit
harapan memagut akal sehat
rimbun shalawat berjajar
zikir-zikir dan doa digelar
Malang-Blitar, 2018
Bertandang ke Kahyangan
belum saatnya engkau pergi
dosamu masih abadi di bumi
dendang ritus yang kau tabur
tak cukup sakti untuk membantumu kabur
racikan bom telah ditanam
dan dendam telah diperam
tak ada kepercayaan yang terlalu
hanya fanatisme yang tabu
Sarinah, 2018
Demigod
Sebelum para ksatria memegang
pedang dan mengasah dendam,
biar aku yang menancapkan tombak ini
ke dadamu
Atas nama siapakah sumpah diperam
menguarkan aroma ketam ladam
sedang ringkih kuda menderau pesan
“Pengkhianatan hanyalah pantas untuk ketidakpantasan”
Genderang perang telah ditabuh
Illiad telah digelar sebelum subuh
pada iringan pasukan berkuda
Troya telah membuka jalan perangnya
O, Achilles
atas dewa mana lagi engkau melaju
membakar gelisah dalam sebongkah resah
dan kematian memantik laju anak panah
pada tumit yang masih basah
Blitar, 3 Sepetember 2018