Puisi-puisi Angga Wijaya
I Ketut Angga Wijaya, Lahir di Negara, Bali, 14 Februari 1984. Belajar menulis puisi sejak SMA saat bergabung di Komunitas Kertas Budaya asuhan penyair Nanoq da Kansas. Puisi-puisinya pernah dimuat di Warta Bali, Jembrana Post, Independent News, Riau Pos, Bali Post, Jogja Review, Serambi Indonesia, Denpost, Tribun Bali, tatkala.co, balebengong.id, qureta.com, galeribukujakarta.com dan Antologi Puisi Dian Sastro for President! End of Trilogy (INSIST Press, 2005) serta Mengunyah Geram (Seratus Puisi Melawan Korupsi) yang diterbitkan oleh Yayasan Manikaya Kauci, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Jatijagat Kampung Puisi (2017). Buku puisinya yang telah terbit yakni Catatan Pulang (Pustaka Ekspresi, 2018)
Pagi di Secangkir Kopi
Lampu menyala sementara matahari
meninggi. Adakah kau masih terlelap?
Lelah oleh rutinitas; bekerja, jalan-jalan,
dan juga karena percintaan semalam.
Kota membuat kita semua silau, bagai
Laron dekati lampu lalu mati bersama.
Kampung tak bisa beri harapan, itu
Sebab kita pergi merantau ke kota
Lalu pulang membawa kepalsuan;
Motor cicilan, mobil, gawai terbaru
Pagi ini aku memikirkan semua,
Bersama secangkir kegelisahan
Menjadi manusia kota yang egois
Terseret keinginan tak habis-habis
“Untuk apa hidup,” tanya Sokrates
Pada setiap orang yang ia temui
Pertanyaan lama enggan kau jawab
“Masihkah kita perlu filsafat?”
Pada dangdut koplo kita percaya
Penuhi hari dengan lagu keraguan
2019
Instrumentalia
Di hotel ini, siapa yang pergi terlebih dahulu?
Meninggalkan kenangan juga
Bayangan entah siapa. “Siapa kamu?”,
Seseorang bertanya padaku tiba-tiba
“Aku musafir di gersang padang kota ini”
Pejalan sunyi yang terjebak kesunyian
Dia hanya tersenyum seolah mengerti
Mungkin ia malaikat yang menyamar
Kulihat rambutnya panjang menjuntai
Menyentuh lantai berkilau matahari
Kami terdiam tak banyak bicara
Hanya suara hati tak henti terasa
“Di hotel ini angin lembut terasa.
Hujan sebentar lagi basahi bumi”
Malaikat itu pergi dalam sepi
Kini hanya aku duduk sendiri
2019
Datang dari Rumah Sakit
Angin memukul-mukul pagar
Seperti orang benturkan diri
Kau terbaring lemah di ranjang
Baru saja kuantar ke rumah sakit
Biaya mahal untuk ukuran kita
AKU TERBATA MENGEJANYA
Kutaruh kartu jaminan kesehatan
“Biaya sakitmu tak ditanggung itu”
Kubayar lunas agar bisa lekas pergi
Rasa cemas kehilanganmu tak pergi
Air mata bercampur air hujan, saat
mengantarmu ke rumah sakit ini.
Banyak orang sakit akhir-akhir ini
“Di Bali, sakit tak hanya soal medis”
Berbaringlah, sayang. Tenangkan diri.
Esok matahari bakar dingin dadamu.
2019