Berita 

Merawat Diri dalam Teater

Pertunjukan Teater oleh kelompok sastra “Salib Merah San-Camillo” kembali mengangkat sebuah konteks suasana politik dan demokrasi yang mencemaskan di Indonesia. Teater yang berjudul “Kami Belum Kalah” dipentaskan di Seminari Tinggi St. Kamilus-Maumere, pada Rabu (20/03/2019) malam. Teater yang berdurasi 55 menit ini, disutradarai oleh Agust Gunadin selaku Ketua Sastra Salib Merah San Camillo-Maumere. Naskah teater “Kami Belum Kalah” bercerita tentang situasi politik dan demokrasi Indonesia saat ini yang tak bisa lepas dari berbagai kompleksitas persoalan. Sebut saja, hilangnya semangat demokrasi dari masyarakat untuk memilih pemimpin lima tahun yang datang dan masyarakat memasang sikap pesimis terhadap pilihan politik. Munculnya sikap skeptis masyarakat untuk memilih, sesungguhnya adalah sebuah bentuk protes terhadap pemimpin yang tidak pro terhadap rakyat. Kekuasaan yang diberikan oleh rakyat terhadap pemerintah justru tidak memberikan bonum commune bagi masyarakat. Pemerintah berkuasa hanya untuk membahagiakan dirinya, keluarga dan partai politiknya sendiri.

Agust Gunadin, Ketua Kelompok Sastra Salib Merah menyampaikan sapaan pembuka sebelum teater dipentaskan, “ pementasan teater diadakan dalam rangka merayakan hari Puisi (21) dan Teater (27) Maret sedunia mendatang sekaligus mengajak semua orang agar tidak terlelap dalam situasi politik dan demokrasi yang meresahkan sebaliknya berusaha bangkit, optimis terhadap pemerintah yang bisa membangun masyarakat menuju perubahan signifikan. Agust menambahkan teater bukan hanya sebagai seni untuk menghibur melainkan sekaligus memberikan pencerahan inspriratif bagi masyarakat luas. Sebab, baginya teater sebagai media yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan, mengubah dan mendidik masyarakat luas menuju emansipasi pikiran yang progresif”. Ujarnya dalam sambutan pembuka.

Sebagaimana disampaikan Yuven Atabau, Mahasiswa STFK Ledalero dan Anggota Kelompok Sastra Salib Merah pada Litera bahwa pementasan teater “Kami Belum Kalah” merupakan pementasan yang kedua kalinya diadakan oleh kelompok sastra “Salib Merah San Camillo. Untuk menambah susasana teatrikal malam pementasan teater, Arfei Silvester menyuguhkan monolog “Antara: Ular dan Manusia”. Dengan lekukan tubuh yang lentur dari Arfei, para penonton pun beramai-ramai bertepuk tangan gembira sehingga suasana malam pementasan itu mengantar penonton untuk tidak merasa jenuh. Monolog ular dan manusia oleh Arfei, terinspirasi dari kisah kejatuhan manusia di taman Eden. Di mana pada awal kisah penciptaan, ular selalu disalahkan oleh manusia karena merayu Hawa dan Adam untuk makan buah terlarang. Tetapi, menariknya pada akhir monolog tentang ular dan manusia, Arfei justru mempersalahkan manusia karena tidak mampu menahan godaan ular. Manusia kehilangan hati nurani dalam menahan godaan ular. Karena ketidakmampuan menolak godaan, akhirnya manusia jatuh dalam dosa. Gambaran tentang ketidakmampuan menahan godaan ular pun dapat ditemukan dalam situasi politik dan demokrasi indonesia saat ini, di mana pemerintah atau pejabat negara tidak mampu menahan diri untuk tidak menyalahgunakan uang rakyat. “Kita sebagai manusia jangan selalu mempersalahkan ular sebagai penyebab dosa. Manusia sendiri yang tidak mampu menahan godaan. Manusia telah diciptakan oleh Tuhan dengan memiliki hati nurani untuk membedakan mana yang baik, kepunyaan orang bukan justru menjadi kepunyaan saya. Karena dalang dari koruptor adalah milik orang menjadi milik pribadinya, sehingga tidak jarang mereka keluar masuk penjara”. Kata Arfei disambut tawa penonton yang memenuhi aula Seminari St. Kamilus, Rabu malam lalu.

Sebelum acara pementasan ditutup, Fr. Ento Nalut menyanyikan tembang indah “Oh Indonesia” dari Iwan Fals sebagai penyegar agar sebagai pemimpin yag dipilih oleh rakyat jangan menyalahgunakan kekuasaan. Lalu pada akhir acara, Fr. Hendra Tatut, MI dan Fr. Engel Klau, MI selaku pencari dana pementasan mengucapkan terima kasih untuk semua orang yang telah menyukseskan kegiatan ini berlangsung. “Kami merasa bangga dan bersyukur karena ada begitu banyak orang yang mendukung kami dalam berbagai hal, mulai dari dana sampai menyiapkan snack untuk kita malam ini. Tiada kata yang paling istimewa dari kami, selain kata terima kasih untuk segala kebaikan yang diberikan”. Ungkap kedua Frater yang selalu berperawakan lembut dalam keseharian hidup di komunitas. (R)

Related posts

Leave a Comment

eleven − 9 =