Puisi-puisi Wirja Taufan
Wirja Taufan, penyair yang tercatat dalam buku Leksikon Susastra Indonesia oleh Korrie Layun Rampan (Balai Pustaka, 2000), Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Hari Puisi Indonesia, 2017) dan dalam buku Jejak-jejak Kreatif 100 Seniman Sastrawan Sumatera Utara (Mei, 2018). Sejumlah karyanya juga termuat di sejumlah media massa dan antologi. Lahir di Medan, 15 September 1961 dengan nama asli Suryadi Firdaus.
Hujan Dengan Malam-Malam Yang Kosong
Aku masih tetap di sini. Melihat mimpi-mimpi
yang melayang. Dalam kenangan yang ditinggalkan
ingatan. Tak ada dinding, tak ada pintu
yang bisa kau lihat
Saat ciuman berhenti menyala
Aku suka keheningan ini
Hujan dengan malam-malam
yang kosong. Mengikuti irama gairah
timbul dan tenggelam
Menggambar ulang semua kenangan
Mari berlayar. Menembus api
dari kesepian ini. Dari fosil orang-orang yang takut
Untuk mati dan hidup kembali
Padang, 2018
Nyanyi Sunyi Amir
Daun-daun pohon rambutan melambai-lambai
di lembah mata saya. Berbicara dengan detak jantung saya
tentang cinta dan kebenaran
Amir, Amir, tangan-tangan saya tidak memeluk lagi
Aroma bunga menahan airmata saya
Kata-kata seperti tombak dan racun
Memberikan api dalam hidup saya
Saya melihat potongan kebohongan-kebohongan
Tanpa pengampunan. Mengubah sajak menjadi sengketa
Mengambil jiwamu, dengan pemberontakan
tanpa perdamaian
Bawa saya ke sungai di matamu.
Dengan sayap yang patah, cinta masih mekar
di situ. Menemukan mimpi yang rusak, gema kerinduan
menuju keabadian
Amir, Amir, saya mencium jiwamu yang hidup
Dalam sajak-sajakmu yang terbakar
Kenangan halaman yang dirobek oleh waktu
Cinta dimakamkan di situ
Padang, 2019
Airmata Api Anak-Anak Yaman
Tak ada matahari di sini. Hidup cuma rasa sakit,
Kelaparan dan bayang-bayang kematian menggenang
Dalam kalender yang terbakar, anak-anakYaman
berlari di jalan-jalan berlari
Menantang kematian yang menggantung
di leher mereka. Menantang tangisan
tanpa airmata dan suara
Mesin perang bergerak tanpa detak jantung
tanpa jiwa, bunga dan ciuman. Hujan airmata
berjalan mencapai langit dan lautan
Membanjiri kota, jeritan anak-anak Yaman
Dengan sedikit daging dan kulit yang menempel
di tulang belulang. Seperti gema pohon-pohon
Menyeret hari-hari kematian mereka
Kota menjadi sungai kesengsaraan.Lidah api
membakar rumah, ladang dan jalan-jalan
Menenggelamkan takdir dari jiwa, hari-hari yang sekarat
Menulis beribu nama-nama yang berserakan
Aku akan menulis dengan tinta airmata. Seperti penyair
menuliskan kata-kata tanpa suara
Membangkitkan senyum yang memberikan api
Membangkitkan doa-doa yang lepas dari tulang-tulang
Membangkitkan kota-kota yang terbakar
hilang tanpa pelukan dan ciuman
Di bawah tatapan anak-anak yang tersisa
Masa lalu akan mencium masa depan
Dengan irama detak jantungmu
Dengan pelukan dan bunga, mencium amis darahmu
Mencium luka-lukamu yang masih tersenyum
Dalam hujan dan airmata api
Padang, 2019
Episode Waktu Dinding dan Pintu-Pintu
Waktu berhenti dalam dadaku
yang terbuka. Tersesat dalam lubang-lubang
kecemasan. Antara dinding dan pintu-pintu
Kenangan berlari mencocokkan waktu
Mimpi dengan malam-malam yang kosong
Tak ada jarak di sini. Antara senyummu
dan bibir-bibir yang terluka. Janji adalah sihir
yang memabukkan
Membentuk hutan memeluk lautan
Mengulang-ulang keinginan, gairah tunas
pohon dan matahari pagi
Aku meragukan kesepian matamu, katamu
Ketika diksi tak lagi menarik perhatianku
Di celah-celah dinding dan pintu-pintu
Waktu membusuk, baunya seperti kematian
Melambai-lambai seperti kerinduan yang melambai
Meneteskan airmata dari air dan api
Padang, 2018