Puisi-puisi Mahwi Air Tawar
Mahwi Air Tawar, lahir di Sumenep, Madura. Cerpen dan puisinya dipublikasikan pelbagai media di antaranya, Kompas, Jawa Pos, Horison. Buku kumpulan puisi dan cerpennya yang sudah terbit antara lain, Blater, Karapan Laut, Taneyan, Lima Guru Kelana ke Lubuk Jiwa, Tanah Air Puisi, Puisi Tanah Air. Saat ini ia bermukim di Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
Cerita dari seorang Pedagang di Parangkusuma
Tersebab remuk tulang rusukkah merah bara berarak
dari helai rambut kekasih malammu, Parangkusuma?
Dingin sajadah lontar digelar di punggung anak-anak ombak
pun bulir-bulir keringat, berdenting dalam hening
basahi irama siulan para pelacur di ranjang pasirmu.
Tak terdengar tembang, juga rebana
hanya sayatan sangsai hati masaikan risau
di nyalang harap anak-anak dari balik bilik
dari sela jari puisi-puisiku yang tak kunjung jadi
memetik rembulan, menggalah bintang
Tapi, di sini tak terdengar tembang, juga rebana
gerbang dan pintu sekolah yang terkunci
tak izinkan anak-anak ombakmu
duduk semajelis sedini.
Petiklah ini pelangi, sungging senyum menawan
Rebut dan dekaplah tubuhku, sintal dan rawan
Napasku membubung dalam dupa persembahan
Desahku desau kembang setaman dalam perjamuan
Para pembesar, yang jadikan tegak langkahmu
Benteng bagi pertahanan rapuh dan kuyu.
Perahumukah yang datang dari kelam harapan,
seberangi jantung perih permohonanmu, Parangkusuma?
Mari, kujahit layar sebelum getir terkembang
dengan buntalan kusut nelon dari sobekan kelambu
yang kau rentangkan sebelum pasanggarahan
tempat menyandarkan getir cerlang mataku
rubuh, juga kekasih malammu luluh
diterbangkan angin pupuh sang penembang
dalam barisan para abdi, restu semata ingin ditandu.
Tapi aku kekasihmu, jelmaan kembang setaman Mataram!
Aku ratu bermahkota duka bagi selir,
berdesir di setiap ketiak orang-orang hantaran
enggan ketuk pintu restu Gusti,
dalam hening pencarian, dan bening pemintaan.
Kaukah yang duduk di tungku kuyu
membakar batok hati, menyeduh lasak pandangan
dalam pahit kopi abdi, di buih nasib, di nampan lontar?
Pembeli II
Sepotong rindu di sela lada
tersedia di gondola bergaris senja:
bila pembeli mengiginkannya lunasi
kepada Sang Pemilik semesta
sebelum petang tinggalkan
bayangan pilu batin piatu
Tempe, bayem, dan bawang tersedia hanya
dalam sejilit pelastik indomie aneka rasa
tapi di sunyi meja makan
satu rasa cuma
singgahi dahaga cinta.
Pembeli yang dihantar lapar
seusai subuh rebah di lapang gusar
kemas dan keramasi helai mimpi
dalam bening pandangan
dalam desah kegelisahan.
Pembeli III
Tersediakah di sini sepotong kenangan?
Bolu lapis hanya dari halaman buku harian pembeli
dihantar angin melewati hutan ranggas aksara
dalam bait puisi kecantikan dan kesahduan penyair musiman
Aku ingin menjadikannya hadiah!
Kenangan menyatu sudah dalam larutan rindu
di kaki cinta, meja kasir dan laci sendu
kelak kita akan membukanya sebagai pintu
penyesalan terselip di sela lembaran kalbu.