puisi PUISI 

Puisi-puisi B.B. Soegiono

B.B. Soegiono, lahir di Tempuran, Bantaran, Probolinggo, tanggal 11 Oktober 1996. Kini mengembara di Singaraja—menjadi seorang penyair, cerpenis, dan esais. Bisa dihubungi melalui nomor gawai/WhatsApp 082301299466, email b.b.soegiono@gmail.com, dan Instagram b.b.soegiono ; merupakan penulis buku antologi puisi yang berjudul Saga Mentari.

 

Granat dan Pistol

 

waktu itu kita bagi senjata

granat dan pistol

bekal medan perang

 

ketika peluru musuh

masuk dalam daging lengan

sebelah kiri

dan paha sebelah kanan

aku tergeletak

seakan dunia padam

matahari hilang

anak dan istri

jadi mimpi

dalam tidur menakutkan

 

kau masih bisa tertawa

dengan tubuhku yang telah terbaring

di atas tanah basah

karena darah

 

katamu waktu itu:

“kawan, perjuangan kita masih panjang

kau sudah lemas begitu

sudah merengek

seperti bayi yang baru dilahirkan.”

 

napasku mulai menebas-nebas udara

keringat dan darah banjir

jadikan baju putih;

basah dan merah amis

 

senjata digenggam

jadi tongkat

aku berdiri pelan

sampai dengan posisi duduk

seperti di atas kakus

 

dengan perlahan

aku selipkan ujung granat

di lubang kecil

batang pohon yang tumbang

karena bondet

 

kutembak musuh-musuh

jauh di depan

kuratakan

kubantai mereka

dengan granat

 

“Merdeka” kataku

 

tiba-tiba suara ringkih

ke depan telinga:

“kawan, ini sudah bukan lagi tentang merdeka

perang ini untuk membebaskan manusia

dari keterkutukan penguasa

yang menjadikannya budak.

kau perlu ingat

kita sudah lama merdeka dari penjajah

musuh kita itu bukan lagi mereka

yang dari jauh.

musuh kita begitu dekat

mereka adalah orang-orang tirani bangsa ini.”

 

seketika aku tercengang

mendatangi mayat-mayat musuh itu

kubalik badannya yang tersungkur

kupantau lebih tajam

rupanya benar!

mereka adalah orang-orang elit bangsa ini

yang begitu bengis karena kepentingan

 

Gianyar, Juni 2019

 

 

Kepada Kim Al Ghozali

 

di dalam sebuah kos. kamarmu

aku, temukan jurang

kesepian

begitu dalam

seperti lembah hitam

rawa kumuh

tidak tersentuh manusia

dan binatang

kecuali angin

yang berderu

dari sebuah kipas listrik

 

lampu suram

tumpukan buku

lemari plastik dan kayu

jadi tempat bersandar.

seperti jam dinding. kamarmu

yang menggantung

pada tembok berwarna janur.

 

Denpasar, Juni 2019

 

 

Dalam Kesepian

 

jika tak ada langit

aku harap ada ruang gelap

tempat aku bercerita pada kesepian

dengan gelisah mengangkang

dalam dada

bengkak.

terluka.

berdarah.

bernanah.

busuk.

 

tak ada mengiraukan aku

yang terbaring di atas tanah

rumput layu

embun jatuh

basahi debu

jadi lumbur coklat

 

aku seakan menjelma darah,

juga ingus anak kecil

yang kehilangan ibunya.

aku terkutuk,

terpenjara

dalam asmara hitamnya

tak bisa keluar

tak semudah para napi

selepas sidang

di lapas

setelah itu bebas.

 

Gianyar, Juni 2019

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

seven − 2 =