PERISTIWA 

Sastrawan Pentas Puisi di Instagram

Nanti malam mengangkat tema “Panggung Puisi Komedi”. Diusulkan agar kegiatan-kegiatan seni daring digabungkan dengan program donasi.

JAKARTA – Pentas sastra dalam tajuk #puisidirumahsaja kembali bergulir. Kegiatan yang berlangsung pada akhir pekan itu, Sabtu atau Minggu malam, telah mengetengahkan pembacaan puisi oleh sejumlah sastrawan dan pegiat sastra dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka datang dari pulau Jawa, Sumatera, Aceh, hingga Pulau Bali.

Sebagian dari mereka adalah nama-nama yang cukup akrab dengan publik sastra Indonesia, seperti LK Ara, Din Saja, Zaim Rofiqi, Mahwi Air Tawar, Iwan Kurniawan, Sudiyanto, Aflaha Rizal, Tora Kundera, dan lain-lain. Kegiatan ini digagas oleh penyair asal Aceh, Mustafa Ismail, dan penyair Bengkulu Willy Ana. “Pembacaan puisi dilakukan di akun Instagram masing-masing penyair secara bergantian,” kata Mustafa Ismail di Jakarta, Minggu, 12 April.

Kegiatan itu diorganisir oleh Imaji Indonesia dan Infosastra. Teknisnya, menurut penulis buku puisi “Tuhan, Kunang-kunang dan 45 Kesunyian” itu, semua penonton dan pembaca mengikuti informasi lalu lintas pembacaan di akun Instagram @infosastra. “Admin @infosastra akan memposting poster nama penyair yang akan dan sedang baca beserta nama akunnya. Lalu penonton beralih ke akun tersebut,” tuturnya. Informasi juga dapat dilihat di akun @imajihouse.
Tema yang diketengahkan tiap pekan berbeda-beda. “Dua pekan sebelumnya, dua kali acara, tema puisi bebas. Namun, mulai pekan ini akan kita buat tematik,” kata Willy Ana dalam kesempatan terpisah. Ini dilakukan, menurut Willy Ana, untuk merespon situasi terkini dan momentum tertentu. Kali ini, misalnya, yang diadakan pada Minggu malam, 12 April 2020, temanya “Penggung Puisi Komedi”. Acara dimulai pukul 19.30-21.30.
Menurut Willy Ana, tema itu dipilih untuk memberi jeda dan kesegaran terhadap situasi yang makin meguarkan kecemasan dan tekanan akibat virus corona yang paparannya makin meluas. Tak hanya itu, orang-orang pun mulai jenuh dengan berada di rumah. “Dengan puisi humor atau puisi komedi, mari kita rileks sejenak sambil merenung dan refleksi,” ujar penyair yang juga penggagas dan Ketua Festival Sastra Bengkulu itu.
Salah satu penyair yang ikut membaca puisi, Mahwi Air Tawar, mengatakan berbagai pentas dari rumah adalah bagian dari upaya seniman untuk terus berkarya. “Ruang berkarya itu sangat luas, dan seniman tidak pernah tunduk pada ruang tertentu,” kata Mahwi yang juga menggagas dan menggerakkan “Forum Indonesia Berkarya” bersama Mustafa Ismail dan Willy Ana. “Seniman bisa berkarya di mana saja, termasuk di ruang maya.”
Namun, ia mengusulkan, agar kegiatan-kegiatan daring itu lebih dimaksimalkan, misalnya digabungkan dengan program donasi untuk membantu orang-orang yang terdampak corona, mulai dari tukang ojek hingga seniman yang banyak di antara mereka acaranya batal karena pandemi ini. “Misalnya ada lelang karya, seperti baca puisi, lelang lagu, lelang tari, lelang buku, atau paling sederhana adalah membuat dompet peduli.”
Salah seorang penggagas Malam Sastra Margonda, Tora Kundera, mendukung gagasan ini. Ia bersama teman-temannya merasakan langsung dampak pandemi corona terhadap kegiatan itu. Meskipun Malam Sastra Margonda digerakkan secara sukarela, namun para pendukung kegiatan itu kehilangan manfaat dari sana, mulai dari warung tempat acara, desainer, tukang spanduk, hingga tim teknis yang membantu pada hari acara.
Willy Ana, selaku penggagas dan penggerak Festival Sastra Bengkulu, pun tidak bisa memastikan apakah festival sastra berskala nasional itu bisa dilaksanakan pada tahun ini. “Kami masih lihat situasi. Tampaknya tipis kemungkinan bisa dilaksanakan,” ujar peraih penghargaan Pemuda Inspiratif Bengkulu 2019 dan Litera Award 2018 kategori puisi itu. ***

Related posts

Leave a Comment

5 × five =