Dari Campursari ke Yang Kepayang Hyang
Sajak-sajak Abdul Wachid B.S.
____________________________________________________________________
PENYANYI CAMPURSARI
Usia jalan melenggang
Usia menari-nari
Sudah sampai kau kepada selendang
Antara tarian dan nyanyianmu, maka
Runtuhlah hati lelaki yang lalulalang, tetapi
Untuk merebut selendang itu
Mahalnya mahar tak kuasa terbayar
Namun aku pun tak sampai kepada mahar!
Dan sampailah hari ke senja yang menggaris
Antara siang dan malam
Lalu, berlalulah engkau berselendang
Untuk nyanyian, dan tarian-tarianmu memahat mataku!
MANDI
- di Rumah Suwito NS
Jam melantunkan adzan isya’
Dunia terus saja mendesak
Sampailah aku di rumahmu
Di relung yang paling tenung dalam hatiku
“Mandilah sejenak
Agar segar segala yang daki!”
Ujarmu samar, adzan bergerak
Tidak jauh, tetapi menjauh dari telinga hati
Tetapi hari telah malam
Aku tidak mau badan jadi demam
Kutolak halus ajakanmu
Sekalipun tahu diriku kelewat debu
“Mandilah!”
Ajakanmu begitu menampar
Rembulan semakin memar
Di batas terang rumah, malamku bertambah lelah
YANG KEPAYANG HYANG
Yang kepayang Hyang
Yang berani sendiri berjaga di tengah malam
Yang berjalan tanpa kaki
Yang terbang tanpa sayap
Yang menggapai langit tanpa pesawat
Yang memeluk semesta cinta
Yang menyala oleh cinta
Yang kepayang Hyang
Yang mencinta tanpa alasan kecuali
Yang bersebab akibat karena cinta itu sendiri
Yang tak pernah sendiri sekalipun sepi
Yang meneteskan airmata bahagia
Yang saksikan orang datang orang pergi
Yang bercinta karenanya ataukah karenamu?
Hyang
Yang kepayang Hyang
Yang dalam pandang orang : dia terluka dia gila dia
Yang miskin tidak merasa papa dia dekil dia menggigil dia
Yang di tiang malam mengibarkan benderang
Yang matahari dia pindah ke malam
Yang bulan dia pindah ke siang
Yang dia tidak pernah takut kepada siapapun dia
Yang dia bertekuk lutut ke haribaan
Hyang
Yang terang tatap matamu
Yang terangi tatap mataku
Yang kepayang
Hyang di atas Hyang
BURUNG BETINA
mulai malam ini
burung betina itu melepas diri
menembus kabut malam, dan duri
masih mengganjal di ulu hati
tak ada sukar untuk keluar
tak ada sangkar
bukankah sangkar cumalah perlambang
bahwa hidup begitu bimbang
untuk tentukan hati dan hari
jangan bilang belati
bukankah belati sudah menjelma kata-kata
bahwa hidup begitu tembok membaja
mulai malam ini
burung betina yang megah itu
kembali sendiri, dan barangkali akan selalu sendiri
cuma berteman rembulan, dan rindu
kepaknya kian mengeraskan sepi
LIDAH
bagai telor di ujung lidah
garam di lautan pindah
tercecap pada hari-harimu
sampai-sampai sedapnya terasa haru
tetapi, di ujung lidah, bermata dua
satu tajam menyileti hati
satu menguas sanubari
dengan pandang kasih-sayang
lidah, hati-hatilah menjadi saksi!
Abdul Wachid B.S., dilahirkan di dusun terpencil Bluluk, Lamongan, Jawa Timur, 7 Oktober 1966. “Wachid BS” adalah putra pertama dari empat bersaudara. Ibunya (Siti Herawati, binti Muhammad Usmuni, bin Muhammad Dahlan), dan ayahnya (Muhammad Abdul Basyir, bin Masyhuri Wiryosumarto, bin Kromodimejo, bin Kartodimejo, bin Muhammad Muso Suromangunjoyo) seorang pedagang kecil, guru dan ketua yayasan di sebuah Madrasah kecil (Miftahul Amal).
Wachid lulus Sarjana Sastra dan Magister Humaniora di UGM, kemudian lulus Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (15/1/2019). Abdul Wachid B.S. menjadi Guru Besar/Profesor Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, dan sempat jadi Ketua Senat (periode 2019-2023).
Buku terbaru karyanya : Kumpulan Sajak Nun (terbit 2018; menjadi Nominator Hari Puisi Indonesia 2020), Bunga Rampai Esai Sastra Pencerahan (terbit 2019; mendapatkan Penghargaan Tertinggi Majelis Sastra Asia Tenggara/ Mastera 2020, diberikan pada 7 Oktober 2021), Dimensi Profetik dalam Puisi Gus Mus: Keindahan Islam dan Keindonesiaan (2020), Kumpulan Sajak Biyanglala (terbit 2020; menjadi Nominator Hari Puisi Indonesia 2022), Kumpulan Sajak Jalan Malam (terbit 2021; menjadi Nominator Khatulistiwa Literary Award 2022), Kumpulan Sajak Wasilah Sejoli (2022), dan Kumpulan Sajak Penyair Cinta (terbit 2022; mendapatkan Penghargaan sebagai Lima Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia 26 Juli 2023).