Berita 

Ketika Dua Buku AYH Menyapa…

Litera (Jakarta)- Ahmadun Yosi Herfanda atau biasa yang disapa AYH dan dikenal sebagai salah seorang penyair dengan karya-karya religius dan monumental hadir kembali lewat dua buku puisinya. Dua buku puisi AYH ini tentu penuh dengan muatan kontemplatif akan nilai-nilai religi, kemanusiaan, sosial dan kebangsaan.

AYH yang kini lebih senang dikenal sebagai “pelayan sastra” karena hampir seluruh hidupnya ia dedikasikan untuk perkembangan sastra tanah air, tetaplah menyimpan kerinduan besar untuk menyapa para pecinta dan penikmat sastra tanah air.

Ketika Rumputan Bertemu Tuhan (Juli 2016) adalah wujud kerinduan AYH. Buku terbitan Pustaka Littera cetakan Juli 2016 ini berisi 118 puisi AYH. Barangkali para penyair senior atau yang satu generasi dengan AYH akan sangat akrab dengan puisi-puisi dalam buku ini karena Ketika Rumputan Bertemu Tuhan merupakan perpaduan buku Sembahyang Rumputan (1996) dan Ciuman Pertama Untuk Tuhan (2004). Dua buku tersebut mungkin sudah susah didapatkan di toko-toko buku. AYH sesungguhnya ingin meluncurkan buku ini di acara “Temu Penyair Nusantara yang akan dihelat di Meulaboh, Aceh Barat 27-28 Agustus ini, tapi secara bersamaan AYH harus pergi ke Manado untuk menjadi juri sebuah lomba puisi tingkat nasional.

Dari Negeri Daun Gugur (Juli, 2016, cet 3) berisi 69 puisi AYH. AYH mengumpulkan kembali puisi-puisinya yang terserak di banyak tempat. Ada beberapa puisi di buku ini yang pernah dimuat dalam antologi bersama. Sebagian lagi adalah puisi AYH yang terserak dan tak terdokumentasi dalam coret-coretan dengan rentang waktu yang begitu panjang. Dari Negeri Daun Gugur ini cetakan pertama adalah Juni 2015. Buku ini mendapat respon sangat baik oleh pecinta sastra tanah air.

Dua buku tersebut dilengkapi dengan proses kreatif AYH. Sang penyair bercerita panjang di akhir buku bagaimana proses kreatif dan perjalanan panjang dan terjal menjadi seorang sastrawan. Proses yang begitu penuh kepedihan dan perjuangan berat. AYH menceritakan di bagian akhir Dari Negeri Daun Gugur tentang perjalanan penuh luka itu hingga akhirnya bisa menemui “puncak” nya menjadi seorang penyair yang dikenal di tanah air. Suatu kepedihan yang tentu saja butuh pengorbanan besar dan bisa menjadi teladan, renungan dan juga pembelajaran bagi generasi muda yang ingin memutuskan nasib menjadi seorang sastrawan. AYH tentu tak ingin menggurui, tapi lebih sebagai keinginan untuk berbagi.

Proses kreatif lain diceritakan AYH di bagian akhir buku Ketika Rumputan Bertemu Tuhan. AYH menuturkan bagaimana ia memutuskan untuk memilih puisi-puisi yang bermuatan religius. Ini adalah suatu pilihan yang butuh kontemplasi serius. AYH juga menuturkan jika setelah ia menulis puisi, ia tak buru-buru harus mengirimkan puisinya ke media atau ke penerbit. Ia butuh mengendapkan terlebih dahulu puisi-puisi tersebut untuk kemudian ia baca dan telaah ulang. Bahkan AYH telah menulis ribuan puisi, dan banyak puisi tersebut yang masih berserakan dalam lembaran-lembaran yang butuh ketelitian lagi untuk mengumpulkan dan menyeleksi ulang. Pengalaman AYH yang tertuang di epilog buku ini tentu mungkin sangat berbeda dengan banyak penyair muda sekarang ini. Para penyair muda kini, terlebih dengan tehnologi yang maju ingin segera dikenal instant dengan puisi-puisinya. Saat selesai menulis puisi, mereka ingin segera buru-buru dikirimkan misal melalui media sosial atau diterbitkan meski dengan cara indent atau biaya sendiri.

Lewat dua buku ini AYH ingin berbagi dan menyapa sastra tanah air. AYH tetap berkarya meski dalam kesibukan yang luar biasa. AYH aktif di banyak komunitas dan organisasi sastra di tanah air. AYH kini juga mendirikan media on line karena bagaimanapun AYH juga pernah sangat lama menjadi bagian media. AYH pernah menjadi redaktur sastra dan budaya di Republika. Cinta besar AYH pada sastra juga mendorongnya mendirikan portal sastra bersama beberapa rekannya. AYH juga menularkan ilmunya pada para mahasiswa dengan menjadi dosen pada mata kuliah creative writng di sebuah universitas di kota Tangerang. Bahkan AYH tak lama lagi ingin mendirikan suatu kafe di mana para sastrawan bisa berkumpul dan berbagi juga berekspresi di situ.

Bagi para pecinta sastra yang ingin bekorespondensi dengan AYH bisa menjumpai di alamat berikut, Villa Pamulang Mas, Jln Alamanda blok L3-11, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, 15415. No telp 021 7444765 atau no mobile/WA di 08123 1538 2096. (Mahrus Prihany)

 

Related posts

Leave a Comment

sixteen − ten =