puisi 

Puisi-Puisi Topan Akbar

Topan Akbar, Lahir di Lampung pada tahun 1986, saat ini merupakan mahasiswa program magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bergiat sebagai pekerja seni dan tinggal di Yogyakarta.

 

Tidak Ada Titik

 

/Kamarku tenggelam dalam bibir/

Aku lari-lari diatas kasur

Aku menabrak lemari

gelas-gelas kupecah

buku-buku bertaburan

angin merangsak mengiringi getar mataku

lalu aku tengkurep lemas.

Aku berdiri lagi

dan

meludahi tembok-tembok

aku tendang pintu-pintu malam

aku makan kue bulan karena lapar

aku lemas

aku duduk miring

getar-getar itu kembali

aku melihat sepasang kaki melangkah dalam kamarku

sosok itu tersenyum kembali

aku tenang, aku dingin

kini demamku, panasku hilang

aku bertanya padanya; ada berapa wajahmu?

 

Matanya menatap dan mendekat dengan mencium keningku

Aku sadar takkan bertanya lagi karena tidak ada titik

/kuberikan ia mantra-mantra agar nyata/

 

Mata (kpd: Zi)

 

Bertemu kembali pada malam yang merdu

Ruas lingkar jarimu kembali kugenggam walau beberapa pukul

Mataku rindu matamu, mata yang sama berteriak

Zi, Tuhan jelas tahu aku mencintaimu tidak sekedar harum mawar

Aku menyanyangimu tidak sekedar cincin biru

Dekapku jangan kau lupa karena itu bagian dari bauku

Zi, senyummu masih manis seperti pertama kulirik

Matamu masih berbinar memandangku dengan sedikit mengkilap

Hidungmu masih saja tenggelam seperti di dasar laut

Pipi dan tingkahmu masih pantas buat gemas

Zi, kau masih suka melempar kertas bulat kecil kepadaku

Patut kau tau aku merasa nyaman seperti di bawah AC kamar

Zi, matamu masih menatapku 3 cm didepan wajahku

Aka kuusap wajah dan rambutmu dengan kapas

Zi, aliran sungai mataku masih deras

Manjamu memuja puncak tatkala aku tahu

Sakitmu adalah sakitku

Seketika bulan malam ini kumakan untukmu

Zi: isi kumasih sama sampai tulang terbungkus tanah

 

*Catatan: puisi di atas untuk remaja 18+.

 

Puisi untuk Cap cin-cau (bulanku terang)

Lagu Kpd: ki Dalang Wahono

 

Ku buka pintu & berjalan kedepan menghadap matahari

Sisa perih yang lalu telah terpinggir

Angin sepoi sedikit bergemuruh mengibas rambutku

Terlihat dua tiga gunung menjulang

Bunga-bunga yang gugur sepanjang jalan semakin sepi

Pendidikan di negeri ini adalah sepi

Sepi dengan menelan bulan

 

Kekasihku tak perlu kau membuka mata

Mata telah buta seperti pagi ini

Burung gereja hanya bersuara lalu

& kisah kitapun sama denganya

Angin hadir kembali dengan bulanku pangku,

Dengan bulanku telan….dengan bulan ketelan

 

08-12-2014 gading

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

nineteen − 3 =