PERISTIWA 

Sastrawan Bikin Buku Puisi Gempa Aceh

JAKARTA – Sastrawan Indonesia menggagas untuk mengumpulkan puisi-puisi dari penyair dan penulis tentang gempa Aceh. Puisi-puisi itu akan dibukukan secara gotongroyong dan diluncurkan Februari 2016 di Jakarta dan Aceh. “Ini bentuk simpati dan tanda cinta Indonesia terhadap Saudara-saudara kita di Aceh,” kata Willy Ana, penyair asal Bengkulu, yang menggagas dan mengkordinatori pengumpulan puisi-puisi itu.

Menurut Willy, siapa pun dipersilakan untuk mengirim puisi. Buku ini tanpa kurasi yang ketat. “Tugas kami hanya menyusun dan mengemas puisi-puisi itu menjadi buku,” ujar Willy yang belum lama ini menerbitkan buku puisi terbaru berjudul Tabot. Alasannya, siapa pun bisa menyampaikan tanda simpati dan cinta terhadap korban gempa Aceh. “Luka Aceh adalah luka kita semua.”

Willy menambahkan puisi-puisi itu beserta biodata singkat dapat dikirimkan ke email: puisiwilly@gmail.com. Puisi ditunggu hingga akhir Desember 2016. “Penerbitan secara gotongroyong ini caranya para penulis nanti diharapkan membeli buku itu minimal satu,” tutur Willy. Harga buku belum ditentukan karena masih melihat jumlah puisi yang masuk yang tentu saja mempengaruhi ketebalan buku. Keuntungan dari penjualan buku, setelah dikurangi biaya produksi dan biaya-biaya lain yang timbul, akan didekasikan untuk kegiatan yang berkaitan peristiwa gempa tersebut.

Penyair asal Aceh, Mustafa Ismail, memberi apresiasi tinggi kepada semua pihak yang turut merasakan luka Aceh. “Apa yang dilakukan teman-teman sastrawan begitu mengharukan,” ujar Mustafa yang rumahnya di Trienggadeng juga ikut rusak diterjang gempa.

Mustafa menambahkan, perhatian teman-teman sastra juga diperlihatkan dengan pengumpulan donasi secara spontan oleh para sastrawan yang berada di Grup WA Ruang Sastra. “Sebagian dari donasi itu sudah saya salurkan kepada wakil pengungsi gempa di Aceh.”

Penyair Fikar W Eda pun berterima kasih terhadap respon dan simpati para sastrawan Indonesia terhadap peristiwa di Aceh. “Dulu ketika tsunami, sastrawan juga mengumpulkan puisi dan diterbitkan dalam judul Maha Duka Aceh. Semua dilakukan secara spontan dan tulus,” ujar Fikar yang menjadi penyusun buku puisi Maha Duka Aceh itu. [R]

Related posts

Leave a Comment

seven + 18 =