puisi 

Puisi-puisi Budi Setiawan

Budi Setiawan, tinggal di Temanggung Jawa Tengah. Alumni Universitas Muhammadiyah Magelang jurusan ekonomi manajemen, bergiat di komunitas seni Turonggo Setro. Beberapa puisinya termaktub dalam antologi bersama di antaranya 100 Puisi Qurani (2016), Puisi Untuk Indonesia (2017), Sajak Untuk Saudaraku (2017) dan 100 sajak untuk Gus Dur (2018).

 

Hutan Kesepian

 

Seluruh tubuhku adalah kesepian

Tak cukup disirami hujan

Biar padam lukaku

 

Pada pohon-pohon

Bibirku merah bergincu

Butuh kecupan dari sang waktu

 

Sekarang kutikam kembali jantungmu

Dengan seluruh api cemburuku

Biar membekas segala rindu

Menetes haru di langit matamu

 

Seluruh tubuhku adalah kesunyian

Tak cukup ditaburi doa doa

Yang letih mengucap duka

 

 

Belajar Menanam Padi

 

/1/

Yang gagal kita amini dari menanam padi

Adalah jalan lurus ke masa depanmu

Tak mundur dan ke belakang itu

 

/2/

Di garis tanganku dia curi waktu

Ke jantungmu dia jadi hama

Begitu lama, dan meninggalkan luka

 

/3/

Sepotong hati bolong menunggu

Sekawanan burung terbang menukik tajam

Mematuk-matuk biji mata kita yang buta musim kawin

 

/4/

Begitu lama dia berseru

Kita jadi sekam dan abu

Ke arah masa lalu dia melagu

 

/5/

Oi, cintaku dikutuk dari rasa lapar itu

 

 

Sebuah Kota yang Kehilangan Manusia

 

Di Yogyakarta,

Ia melihat kotanya menganga

Pada mata anak itu

 

Mata yang merah,

Merah darah

Menetes luka dan juga amarah

Yang tak sudah-sudah

 

Ia bayangkan

Matahari pecah jadi dua kubu

Timur dan barat

Masa lalu dan masa depan

Berubah jadi lautan

Rindu dan dendam

 

Ia teringat bayinya

Yang bermandikan air garam

Dan seekor anjing

Menyalak melihat majikannya

Yang sedang tenggelam

 

Ia masih terngiang

Kota-kota yang dipenuhi runtuhan

Doa dan air mata

 

Tuhan bicara tanpa suara

Sebab sesak nafasnya

 

Di Yogyakarta,

Ia melihat langit menganga

Pada sebuah kota

Yang kehilangan manusia.

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

2 × 1 =