Puisi-puisi H. Shobir Poer
H. Shobir Poer adalah nama pena dari Drs. H. Shobir Purwanto, MPd. Penyair yang juga pengajar. Karyanya telah banyak menghias media massa dan antologi. Karya tunggalnya adalah Mata Hati(1992), Kado Puisi (1997), Kota yang Luka Negeri yang Perih(1999), Membuka Pintu Langit (2000), MemujaMu di Tahta Langit (SMPS-2013/2016), Muhasabah Debu (DKTS, 2018). dan Menjahit Negeri Luka (Kumpula Naskah Drama, 2018).
Secangkir Kopi di Hari Larut
di hari larut yang kuncup,
di sofa pada rumah mungil tertutup rimbun
tersuguhkan secangkir kopi hitam lampung dari sahabatku
aromanya tebarkan wangi dan mampu sengatkan rasa dari segala rasa menjalar dari mulut sampai ke jantung jiwa
ya, telah berkisah kehilangan kekasihmu
pergi jauh, ke negeri kehinaan dan kau katakana negeri kedamaian
aku tersungkur mendengarnya
sukmaku teririsiris dan rasanya ingin tikam bibirmu yang palsu
sayang, bibirmu begitu manis terkulum,
dan aku enggan menyakitimu
karena aku tahu, bibirmu jelma jadi awan palsu
lukai hati lelaki tak bertepi
Oo, kawan rupanya kopi yang kau suguhkan padaku
bisa sebagai penawar resah, bisa jadi obat luka
juga kesembuhan jiwa,
dari obrolan panjang malam itu
Tangerang Selatan, 27 Juli 2015
Cenayang
sahabat, kembalilah pulang
menengok masa lalu dan rumah yang telah rapuh
tak kau tinggali dan berpenghuni
kotor, lusuh, berbau dosadosa dari bibirmu yang indah
yang lupa tidak dibasuh dengan air bening dan debu
pembersih suci pada perjumpaanNya
di rumahrumah yang sering terbakar, kehilangan cinta
tak lagi meniup asah, asih dan asuh
sahabat, kembalilah pulang
tak perlu lagi ada permusuhan
simpan lagi cinta di hati,
memadamkan amarah dan bara
obat jiwa, obat sejuk dan tenteram
sahabat, tak perlu lagi berbuih
apalagi mendendam dengan datangi canayang
pembawa dosadosa besar,
melekat syirik jalan gulita
sahabat, kembalilah pulang
Allah Maha pegampun dan penyayang
sungai sejuknya masih terus mengalir
di titik akhir kau di shalatkan.
Jakarta, 30 Agustus 2015
Di Cadar Mata
di mata cadar tajammu,
yang menyembunyikan resah
di pintu bibirmu yang lungit,
terketuk bertubitubi
yang selalu nyanyikan gelisah,
ringkih, menyerah pada asa
talitali yang rapuh,
hampir putus berserakan
termabuk asa.
kini, lihatlah jingga
pada matahari yang mengintip kehidupan
menunggu di pematang sawah,
semilirkan angin menuju laut
telah beri tandatanda agar segera mendekat
untuk mengajak di kedalamanNya
aku, kau hanya setitik debu
akan kembali ke tanah, pulang menghadapNya
Jakarta, 1 September 2015