Puisi-puisi Anjrah Lelono Broto
Anjrah Lelono Broto, tinggal di Trowulan-Mojokerto dan bergiat di Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA). Aktif menulis esai, cerpen, serta puisi di sejumlah media masa (berbahasa Indonesia dan berbahasa Jawa). Beberapa karya pribadi dan bersamanya adalah Syukuran (naskah monolog, 1998), Blossom In The Wind (saduran naskah teater, 1999), Lilih (antologi geguritan, 2004), Negeri Di Angan (antologi esay, 2008), Esem Ligan Randha Jombang (antologi geguritan, 2010), Orasi Jenderal Markus (naskah monolog, 2011), Pasewakan (antologi geguritan, 2012), Tasbih Hijau Bumi (antologi puisi, 2014), dan Emak, Sayak, Lan Hem Kothak-Kothak (antologi cerpen berbahasa Jawa, 2015). “Nampan Pencakan (Himpunan Puisi, 2017).
Perempuan yang Mempuisikan Surga
masih dirinya
perempuan dengan jurai rambut ungu
dengan sekati alasan untuk dirindu
selalu
tentang dirinya
perempuan yang pernah biarkan cahaya
bulan menelusuri jenjang leher-dada
beberapa kala
sekarang dirinya
perempuan itu telah sampai
ke surga lalu berpuisi tentang bidadari
juga bidadara
walau dirinya
perempuan di lindung kain tudung
itu tak pernah sekali pun
tinggalkan bilik dangau di ujung
kampung
________
Mojokerto, 2019
Kegamangan Memiliki Taring dan Cakar
“Perempuan yang cantik adalah air bengawan
yang masih bening meski menjelma muara
dari sekian laksa jelaga kehidupan,” demikian
ku kata pada bocah-bocah yang masih suka
mengerlingkan mata pada tunas-tunas pepaya
di atas para-para. Aku bukanlah pujangga, kuulang
kembali apa yang pernah ku dengar saat seusia
mereka. Begitulah peradaban tentang perempuan
diwariskan melewati tepi-tepi zaman.
Meski bibirku bergetar menyampaikannya,
gamang merubuhkan kursi, meja, pintu, jendela,
atap rumah pada etape selanjutnya. Karena
tatapan tak mampu ku ajak berdusta
terlalu banyak yang busuk dan hitam
dari jelaga kehidupan. Sukar membayangkan
sebagaimana bisa air bengawan
senantiasa bening laksana harapan
pada perempuan. “ Semalam aku bermimpi,
Siwon di sanadan mencubit pipi. Aku ingin
menciumnya sekarang ini,” ku dengar pelan berbisik
di antara mereka. Kemudian, bibirku kian bergetar
dan kegamangan ku lihat memiliki taring dan cakar.
Mojokerto, 2019
Berharap Laut Kering
aku yang sempat berhenti
mendulang usia baru lagi
lautku itu
berikan, berlokan, juga bermutiara
begitu yang selalu dibisikan
orang-orang tua semenjak jemari tangan
menjentik pada pasir kali pertama
tapi belum ada sua dengan lautku
begitu, pengakuan seorang
aku yang sempat berhenti
menumbukkan alu pada lesung
berharap laut kering
dan padi bisa tumbuh di pantai,
teluk, juga palungnya
Mojokerto, 2019