CERPEN 

Koma

Cerpen: Vito Prasetyo ___________________________________________________________________

Sebuah kecelakaan telah dialami Reza saat ia berangkat kerja, akhirnya Reza mengalami koma tanpa seorang pun yang tahu apakah dia akan kembali sadar atau akan pergi untuk selama-lamanya. Tatapannya kosong, karena beban berat yang dihadapinya seakan tanpa ujung. Reza ingin sekali membahagiakan ibunya, sebagai orang tua satu-satunya yang dimilikinya.

Setiap hari, ibunya selalu memberikan semangat agar Reza tidak larut dalam suasana duka dan dengan perasaan yang selalu menyalahkan dirinya ketika istrinya – Isra, tak sanggup bertahan hidup lama karena harus berjuang melawan penyakit Leukemia ganas. Orang tua Isra selalu menyalahkan Reza sebagai biang dari kematian anak tunggal mereka. Itu membuat gairah Reza hari demi hari bagai sebuah perjalanan kosong. Reza seringkali diingatkan ibunya agar selalu sabar dalam menghadapi cobaan.

“Kamu yang sabar, nak. Semua itu sudah takdir, dekatkan dirimu pada Allah karena semua itu dari-Nya.”

Reza hanya diam dan berusaha memaknai kata-kata ibunya, tetapi hati kecilnya selalu berontak dan merasa tak pantas untuk menerima cobaan ini.
Pernikahan Reza dan Isra mungkin adalah sebuah takdir, ibarat jarak langit dan bumi. Reza dari sebuah keluarga yang pas-pasan, sementara Isra dari keluarga kaya yang sangat berkecukupan.

Awal pertemuan Reza dan Isra hanyalah terjadi secara kebetulan saja. Saat Reza berjalan-jalan di sebuah toko buku, tiba-tiba badannya berbenturan dengan tubuh Isra yang lagi berjalan di depannya. Saat itu juga tubuh Isra hampir jatuh dan dengan refleks Reza langsung menolongnya. Isra meminta maaf kepada Reza karena dia betul-betul tidak sengaja dan dia hampir terjatuh karena kepalanya terasa sangat pusing. Isra bercerita bahwa hal seperti ini sering terjadi pada dirinya.

Perkenalan itu berlanjut pada pernikahan, karena Isra menganggap bahwa seorang pria yang paling tepat mendampingi hidupnya adalah Reza. Bagi Isra, tentu semua pria akan menolak cintanya kalau tahu apa yang terjadi pada kondisi kesehatannya, yang telah mendapat vonis dari dokter tidak akan bisa bertahan hidup lama. Reza punya sebuah keyakinan bahwa hidup dan mati seseorang hanyalah milik Tuhan, dan mungkin ada suatu keajaiban yang tak seorang pun bisa tahu. Awalnya orangtua Isra menentang keras hubungan anaknya itu, tetapi akhirnya luruh karena Isra bisa meyakinkan pada orangtuanya, mungkin itu adalah permintaan terakhirnya pada ayah dan ibunya.

Semua kenangan itu seperti tak terlupakan oleh Reza, bahkan pernikahan mereka bisa berjalan sampai hampir setahun. Kebahagiaan seakan melupakan ajal yang selalu mengintai Isra sewaktu-waktu. Hingga akhirnya dia betul-betul tak sanggup lagi menahan waktu, ketika Isra harus mendapatkan perawatan di rumah sakit, karena kondisi tubuh Isra yang kian hari kian melemah. Orang tua Isra yang awalnya mulai bisa menerima kebahagiaan itu, akhirnya terus mencari kesalahan Reza.

Dengan beban yang begitu berat Reza terus berjuang agar istrinya bisa dapat bertahan hidup, dan sering minta izin ke kantornya untuk tidak masuk kerja. Mas Danu yang satu kantor dengan Reza sangat mengerti betul beban yang dihadapi Reza. Danu sering menutup-nutupi kesalahan Reza, bahkan sangat sering menyelesaikan tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Reza.

Apa mau dikata, sesuatu yang disembunyikan pasti akan ketahuan, Reza hampir dipecat.
Saat Reza berangkat kerja pada suatu pagi, sebuah musibah terjadi pada dirinya. Beban pikirannya mungkin terlalu berat. Apalagi semalam dia tidak bisa tidur karena terus-menerus bayangan Isra bermain di pelupuk matanya. Ajal telah merenggut wanita yang dicintainya, yang belum sempat memberinya keturunan. Manalagi posisinya di kantor telah membuat dirinya serba salah. Lantas dia mau ke mana bila pekerjaannya hilang, tentu mertuanya akan semakin merendahkannya.

“Braaak….”

Tiba-tiba sebuah benturan keras terjadi, dan kecelakaan itu menimpa Reza dalam perjalanan menuju kantor. Reza tidak sadarkan diri dan akibat benturan yang sangat keras, Reza mengalami koma. Untung saja, ibunya ketika mendapat berita itu bisa menghadapi dengan bijak, walaupun dalam hati yang paling dalam, perasaannya seakan betul-betul teriris dan hanya bisa berpasrah melihat kondisi anaknya.

Dalam tidurnya yang begitu panjang, tak seorang pun yang dapat membaca pikiran Reza selain hanya bisa menatap deru napas dan denyut nadi Reza melalui alat kardiograf. Danu dan ibu Reza senantiasa berada di dekat Reza.

Di Paviliun Anggrek, tempat yang sama ketika istri Reza dirawat, tubuh Reza seakan tak berdaya. Hari-hari dilaluinya begitu panjang, tetapi dalam tidur itu semua dilaluinya seperti dalam kehidupan nyata. Dalam tidur itu, Reza melihat dengan jelas bagaimana dirinya sedang merawat ibunya karena menderita komplikasi dan penyumbatan pembuluh darah. Dan kesedihan itu seakan berjalan begitu lambat, karena Reza ingat betul saat istrinya dirawat di Paviliun Anggrek, dan kini di tempat yang sama Reza menunggui ibunya.

Sejak kepergian istrinya, hubungan Reza dan mertuanya semakin hari semakin renggang, hampir putus sama sekali. Reza ingat betul ketika Reza membawa Isra ke rumah sakit, betapa dirinya terasa hina di hadapan orang banyak, mertua Reza sempat memaki Reza dengan kata-kata yang sangat tidak pantas.

“Kamu itu orang miskin, dapat uang dari mana untuk biaya rumah sakit!?”

Reza hanya bisa menelan ludah, seolah pada ludah itu ada serbuk racun yang akan mengiris hatinya.

Untuk keperluan perawatan dan pengobatan ibunya, Reza terpaksa menjual motornya karena tabungannya yang semakin hari semakin menipis. Tapi di dadanya masih ada satu semangat dalam hidup, bagaimana membahagiakan ibunya, orang tua yang masih bersama dalam hidupnya. Dan impian itu harus dilaluinya di rumah sakit.

Reza tersentak dari tidurnya, ketika dia merasa ada yang menepuk pundaknya. Dia tertidur di sisi ranjang ibunya karena perasaan dan seluruh tubuhnya begitu penat menyusuri perjalanan waktu. Dilihatnya Mas Danu dan Suster Isti berada di sampingnya. Suster Isti dengan cekatan memeriksa kondisi kesehatan ibu Reza. Memang setiap hari Suster Isti yang merawat ibu Reza mulai dari menggantikan baju sampai menyuapkan makanannya. Sesaat kemudian Danu menarik tangan Reza berlalu meninggalkan ruangan menuju kantin untuk mencari sarapan.

“Apa Mas Danu tidak kesiangan berangkat ke kantor?” Tanya Reza
“Ah, nggak apa-apa. Aku agak siang ke kantor”

Reza menghela napas panjang, entah harus bagaimana dia bisa membalas kebaikan Danu. Saat Danu meninggalkan Reza, karena dia harus segera pergi ke kantor, tanpa terasa ada lirih air mata menggumpal di mata Reza.

“Jaga ibumu baik-baik, aku berangkat ke kantor dulu. Nanti sore aku mampir lagi.”

“Kalau Mas Danu repot, nggak usah. Aku bisa menjaga ibu,” pintanya.

“Ah, nggak apa-apa.”

Danu meninggalkan rumah sakit dan dari balik punggungnya Reza menatap sahabatnya itu. Ternyata Tuhan itu begitu adil, di saat sanak famili Reza begitu jauh dan tak seorangpun yang datang menjenguk ibunya, Tuhan telah mengirimkan seorang sahabat sejati dan juga seorang perawat bagai bidadari yang turun dari langit. Entah kenapa tiba-tiba Reza memikirkan Isti, kenapa dia tidak terbayang oleh bayangan Isra, – istrinya yang telah pergi?

“Mas Reza pulang saja untuk istirahat, biar saya saja yang menunggu ibu.” Isti menawarkan jasa, karena Reza begitu kusut dan kelihatan sangat kurang istirahat.

“Nggak usah suster, nanti saya tambah merepotkan.”

“Nggak apa-apa, hitung-hitung saya juga melaksanakan tugas rumah sakit”

Reza hanya terdiam, dalam benaknya tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan Isti. Pikiran Reza hampa, tetapi jantungnya berdegup keras saat tatapan Isti menembus matanya.

Hari-hari Reza penuh dengan lamunan, tetapi itu semua hanya dalam batas maya hidupnya, dia tidak tahu apa sesungguhnya yang terjadi pada dunia luar. Dunia nyata. Tak seorang pun yang bisa memastikan kapan Reza akan sadar dari koma, apakah Reza masih sanggup untuk bertahan hidup ataukah dia akan pergi untuk selama-lamanya meninggalkan orang-orang terdekat. Mungkin dengan perasaan cintanya, yang mulai tumbuh untuk seseorang seperti Isti, Reza bisa bangkit dan memulai hidup barunya.

Sampai di rumah, badan Reza begitu capek dan sangat letih. Pandangannya menjadi berat begitu melihat seluruh kamar yang berantakan, kakinya melangkah menuju kamar mandi, dia berharap setelah membasuh mukanya dia bisa merasakan kesegaran. Apa daya, di dalam kamar mandi pakaian kotornya menumpuk begitu banyak. Sesaat Reza langsung menuju kamarnya, mungkin dengan merebahkan badan, penat tubuhnya akan hilang. Dihempaskan tubuhnya karena dia sudah tak sanggup menahan beban tubuhnya yang begitu letih. Semua pandangan seakan hilang diterjang kegelapan tidurnya.

Semua hal aneh bercampur-baur dalam tidurnya. Lagi-lagi Reza melihat suster Isti dan ibunya memakai gaun panjang putih memanggil namanya dari balik tirai awan di angkasa. Kenapa semua seakan ingin meninggalkan dirinya?

Reza berjuang sekuat tenaga untuk memanggil ibunya yang semakin jauh ditelan awan. Dadanya begitu sesak dan tenggorokannya seperti tak mampu mengeluarkan suara, seketika dia memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan. Dipanggilnya ibunya, yang hampir hilang ditelan awan putih.

“Ibu……’

Matanya terkuak dengan pandangan terheran-heran menatap dinding ruangan yang semuanya berwarna putih. Apa yang terjadi dengan diriku? Tampak suster Isti tersenyum kepadanya. Suster Isti langsung memanggil ibu Reza, yang tengah duduk di lobi ruangan.

“Bu… Mas Reza sudah sadar”

Ibu Reza langsung mendekati anaknya, dan memeluknya erat-erat, tanpa terasa butiran air mata tertumpah di tubuh anaknya. Usai sudah penantiannya yang begitu panjang, tak henti-hentinya dia mengucap rasa syukur. Betul-betul dia merasakan rasa kasih sayang kepada anaknya seakan tumbuh kembali setelah hilang cukup lama. *****

 

 

Vito Prasetyo, dilahirkan di Makassar, 24 Februari 1964.
Naskah Opini dan Sastra (Cerpen, Puisi, Esai, Resensi), Artikel Pendidikan & Bahasa telah dimuat media cetak lokal, nasional, dan Malaysia.
Karyanya telah terbit dalam beberapa buku selain termaktub dalam belasan antologi.
Termaktub dalam Buku APA DAN SIAPA PENYAIR INDONESIA (tahun 2017)
Juara 1 Lomba Menulis Puisi Tema “Patah Hati” Tingkat Nasional Tahun 2020 (Writerpreneur Academy)
Juara 3 Lomba Menulis Puisi Tema “Asmara” Tingkat Nasional tahun 2021 (Writerpreneur Academy)
Nominasi Puisi Anugerah Sastra Litera Tahun 2021

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

seven − 1 =