SENIMAN JAKARTA GUGAT UU DKJ
JAKARTA (litera) — Para seniman, budayawan, dan pegiat seni budaya yang tergabung dalam berbagai komunitas se-Jabodetabek “menggugat” Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) yang telah disahkan delapan fraksi dari total sembilan fraksi yang ada di DPR RI.
Gugatan tersebut mengemuka dalam acara Diskusi Publik Terbuka disela-sela acara Tadarus Budaya dan buka puasa bersama (bukber) dengan tema “Menuju Daerah Khusus Jakarta-DKJ” yang diselenggarakan oleh Dewan Budaya Jakarta Raya (DEBU RAYA) bertempat di Rooftop Pasar Gembrong Baru, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu malam, 3 April 2024, dengan MC Tia Fairuz dan Koordinator Acara David Karo-Karo.
Tadarus Budaya tersebut dibuka secara resmi oleh Kasubdin Kebudayaan Jakarta Timur, Berkah Sadaya dan Helmi Haska selaku Ketua Panitia ditengah hujan yang mengguyur sejak sianghari. Ikut meramaikan acara pembukaan tersebut, orkes melayu dan gambang kromong, penampilan tanjidor, arak-arakkan ondel-ondel, dan pertunjukan tari oleh Sanggar Kembang Gantari.
Tetap mengkritisi
Pada diskusi publik para seniman, budayawan, dan para peggiat seni Jakarta dan sekitarnya tetap mengkritisi lahirnya UU DKJ. Bahkan diperoleh kesepakatan untuk “menggugat” undang-undang yang disahkan melalui rapat paripurna DPR, Kamis (28/3/2024) lalu itu.
“Salah satu alasannya, banyak pasal dalam UU DKJ yang tidak merepresentasikan kultur Jakarta,” tegas Helmi Haska, ketua pelaksana sekaligus moderator diskusi yang menghadirkan 10 nara sumber, yakni Lasman Simanjuntak (wartawan dan penyair), Yose Rizal Manua (seniman, budayawan, dan deklamator), Guntoro Sulung (deklamator, pegiat teater), Maryadi Dienaldo (seniman), Imam Ma’arif (Dewan Kesenian Jakarta), Ireng Halimun (perupa-pelukis), Nunung Noor L Neil (penyair dari jagat sastra milenia), Dyah Kencono Puspito Dewi (Sastra Reboan), Bina Novida, serta Sihar Ramses Simatupang (penyair dan wartawan).
Pernyataan Helmi Haska langsung mendapat sambutan dan dukungan dari peserta diskusi interaktif tersebut. Bahkan, menurut Ireng Halimun (Ketua Komunitas Sastra Semesta), UU DKJ lolos tanpa partisipasi publik. “UU DKJ lolos tanpa kajian ilmiah dan tidak melibatkan komunitas-komunitas seni budaya di Jakarta dan sekitarnya yang meliputi wilayah Depok, Bekasi, Tangerang Selatan, Tangerang, dan Bogor. Padahal, daerah-daerah tersebut akan disatukan dalam sebuah kawasan Aglomerasi,” tegas Ireng Halimun.
Sementara Maryadi Dienaldo mempersoalkan adanya pengistimewaan pada pemajuan budaya dengan dukungan infrastruktur dan sumber dana besar. “Namun, pada saat bersamaan meminggirkan budaya urban dan subkultur lainnya yang juga telah lama eksis di Jakarta. UU DKJ akan berdampak pada politik anggaran Pemda DKI yang memberi keistimewaan pada satu budaya saja sambil melupakan budaya lainnya yang telah eksis di Jakarta,” tegasnya.
Pernyataan Dienaldo dipertegas oleh Jose Rizal Manua, pimpinan Teater Tanah Air. Menurut tokoh dari teater yang sering mementaskan teater anak-anak di berbagai di kota besar dunia ini, akan terjadi saling silang dan akulturasi kebudayaan. “Teater modern mengadopsi lenong, koreografer tarian Betawi berasal dari Jawa, dan sebagainya,” terang Jose.
Oleh karenanya, anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Imam Ma’arif mengajak seniman dan stakeholder kebudayaan turut “mengawal” peraturan daerah (Perda) yang akan menjadi produk turunan dari UU DKJ 2024 ini. Meski demikian, Jose Rizal Manua mengingatkan agar seniman dan penggiat budaya lainnya tidak terlalu risau dengan keberadaan UU DKJ. “Undang-undang tidak mengikat proses kreatif. Kenyataannya, teater tumbuh dalam situasi apa pun,” ujar pemilil tokok buku Galeri Deklamasi TIM Jakarta ini.
” UU Daerah Khusus Jakarta ini yang telah disahkan DPR RI Kamis 28 Maret 2024 lalu memang masih perlu terus disosialisasikan kepada masyrakat luas, terutama untuk para peggiat seni dan budaya. Jangan sampai nanti malah digugat sampai ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Proses ini masih panjang, apalagi di Kota Jakarta dan sekitarnya bukan hanya seni tradisi Betawi saja, tetapi telah muncul seni tradisi lainnya dari berbagai multi suku dan budaya,” ucap Lasman Simanjuntak.
Parade baca puisi
Pada acara Tadarus Budaya dan Bukber Komunitas itu juga diadakan Parade Baca Puisi dalam suasana bulan suci Ramadan ini. Baca puisi pertama oleh Wahyu Toweng (Komunitas Literasi Betawi), Rachmayanti Efendi (Kelompok Teater Cakra), Nurhayati (Rumah Baca Rissa Churria), Riri Satria (Jagat Sastra Milenia), dan Guntoro Sulung. Sebelumnya juga ditampilkan musik akustik Mas Jhon (Ruko Seni), penampilan tarian dari Sanggar Kembang Gantari, serta tari kreasi Asalam Waliku (Kelompok Zentaka).
Parade baca puisi dilanjutkan oleh Jose Rizal Manua, Rissa Churria (JSM), Nilla Rosyidah (Teater Cakra Indonesia), Karenina (Penyair Seksih), Sihar Ramses Simatupang (Komunitas Tanpa Nama), Nunung Noor (JSM), Ireng Halimun , Ritmanto Saleh dan Diana Prima Lesmana (koloborasi Sastra Semesta), Koko Kartiko (Ruko Seni), Rokhana (Rumah Baca), teaterikal puisi Jack Al Gozali, Imam Ma’arif (Simpul Seni DKJ), Nuyang Jaimee (Penyair Seksi), dan Dyah Kencono Puspito Dewi (Sastra Rupa). Acara baca puisi diselingi penampilan musik Redflag dan Lingkaran Band. @ red
Kontributor : Lasman Simanjuntak