KRITIK 

Mengungkap Nama yang Tersembunyi

Oleh Ahmadun Yosi Herfanda, pemred Litera ____________________________________________________________________   Buku kumpulan puisi Hai Maha Wai  karya Rida K. Liamsi (Salmah Publishing, 2022) diberi pengantar panjang yang sangat filosofis oleh Prof. Yusmar Yusuf. Meskipun kagum dengan pengantar yang begitu dalam dan luas,  saya takkan masuk ke “jebakan filsafat” yang dibuka Prof. Yusmar. Biarlah itu menjadi bagian Prof. Abdul Hadi WM, yang sama-sama guru besar filsafat untuk berdialog dengannya. Saya akan memasuki Hai Maha Wai melalui jalan lain yang lebih gamblang bagi apresian.

Read More
PUISI 

RUANG KERJA AYAH DI DEPAN KUBURAN

Puisi: Tjahjono Widarmanto ____________________________________________________________________   SEPATU KERJA ia selalu membuatku mabuk serupa pelaut muda diplonco di kapal oleng memaksaku selalu tergesa dan lupa pulang, lupa pada petang senyum sekaligus kemarahan istriku selalu kau sembunyikan dalam lubang apekmu tungkai kakiku selalu goyah diburu kalender dan panik yang mengambang kau membuatku selalu lupa terpejam tak memberiku giliran berlama-lama di kamar mandi menggelembungkan sabun, sambil bersiul lagu-lagu nostalgia. selalu membuat sisa-sisa sabun mengembun di belakang telinga handuk dan celana dalam pun selalu lupa tertinggal

Read More
CERPEN 

MENANAM GEDUNG

Cerpen: Achmed Sayfi Arfin Fachrillah _____________________________________________________________________ “Tidak! Padiku adalah yang paling subur.” “Ha? Mana mungkin padi yang sering dimakan tikus kauanggap paling subur? Coba lihat padiku, tidak akan kau temukan tikus berkeliaran apalagi sampai memakan. Lahannya pun tak kalah saing dengan lahanmu.” “Eh. Jaga mulutmu! Lahanku ini bekas aliran lava gunung berapi.” Matahari setinggi tombak di ujung timur, dua nenek itu tetap tak ada yang mau kalah perihal lahan siapa yang paling subur. Sudah hampir satu jam mereka bercekcok di tengah sawah. Namun, tetap tak ada yang mau mengalah. Entah…

Read More
ESAI 

ROBOT BISA BIKIN PUISI, PENYAIR TERSINGKIR?

BEBERAPA watu lalu, seorang kawan memamerkan puisi-puisi buatan AI (Artificial Intelligence) alias kecerdasan buatan. Saya sudah tahu hal ini beberapa tahun lalu, tepatnya pada 2019, dalam sebuah seminar, tapi belum sempat mencobanya. Nah, baru sekarang benar-benar mencobanya.

Read More
PUISI 

AKU TAK TAHU ESOK BELUM TIBA

Puisi: Irwan Sofwan ____________________________________________________________________   Ketika Tak Sanggup Lagi Mengingatmu Ketika tak sanggup lagi mengingatmu Meski tangan terbuka Tak mampu menyentuh doa Di keheningan udara Jagalah diriku Dalam getar yang tak biasa Ketika tak sanggup lagi mengingatmu Apakah yang dapat dicecap rasa Selain kesunyian    

Read More
ESAI 

MENDAYUNG SASTRA KE ERA INDUSTRI 4.0

Oleh Ahmadun Yosi Herfanda ____________________________________________________________________   Tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Adagium yang popular dan sempat menginspirasi lagu pop “Tak Ada yang Abdi”  Peterpan itu cukup pas untuk menggambarkan fenomena kehidupan manusia, masyarakat, termasuk kehidupan sastra, dewasa ini. Dan, perbuhan itu terasa begitu cepat, seakan kehidupan manusia, kehidupan masyarakat, kehidupan sastra, dihadapkan pada “abad yang berlari” – pinjam judul kumpulan puisi Afrizal Malna.

Read More
PUISI 

TERPELESET PENDAKIAN YANG GAGAL

Puisi: En. Aang MZ ____________________________________________________________________ PENDAKIAN YANG GAGAL pendakian ke hilir dadamu banyak lika-liku berbatu datar-naik-turun & tak ada danau sama sekali pada hatiku yang kemarau karena pendakian ini ialah berawal keinginan maka tak ada kemarau panjang yang dipercepat oleh keadaan di tengah perjalanan ada kota-kota yang adem akan kesinggahanku tapi tak lama kemudian badai tiba & hujan turun dengan amarahnya kelupaanku pada arah hingga terdampar pada hulu yang kumuh dibawa arus sungai karena hujan yang jahat

Read More
CERPEN 

LELAKI YANG KEHILANGAN CAHAYA

Cerpen: Ilham Nuryadi Akbar ____________________________________________________________________   Tangannya terus meraba-raba, mencari dinding dengan langkah yang beringsut, bahkan tak sedikit pun cahaya sampai pada lensa matanya, seisi rumahnya menggelebat warna hitam seperti pantat wajan sehabis dipakai acara pesta pora pernikahan. Seluruh anatomi tubuhnya tak mendapati pegangan, terkecuali kakinya yang beralaskan ubin dingin, ia pun mengubah haluan dari berdiri menjadi merangkak, yang ia perlukan saat ini hanyalah meraih gagang pintu untuk dapat keluar rumah.

Read More
PUISI 

KAU TAK LAGI PUNYA KATA?

Puisi-puisi: Isbedy Stiawan ZS ____________________________________________________________________ IBU, AKU KEHILANGAN BAHASAMU aku kehilangan bahasamu, ibu, saat kaki kananku mencium tanah kertapati ini. aku tak sempat mengucap salam, gerbang sriwijaya tak mampu kubuka kepada segala yang sakti para pendekar di gelanggang buka aku jalan, “aku datang.” kuucapkan salam hormat lalu daundaun di sini luruh arus musi hilang gemuruh hanya nyanyian riang menyambutku yang rindu

Read More
PUISI 

URTIKARIA SUARAMU BEGITU ABSURD

Puisi-puisi: Faustina Hanna ____________________________________________________________________ URTIKARIA (Jika begini tidak boleh bertambah dingin, di sebuah kamar) /1/ tanpa sekat aku tidak berpura-pura melarikan langsung lengkung mata milik boneka kayu, dari kulit berbeda yang hendak tumbuh, kambuh −seperempat jam, sebelum malam. seperti baru saja siap disinggung punggung para penumpul waktu. seperti tiada kehendak untuk menjauh.

Read More